Cari Blog Ini

Sabtu, 07 Januari 2012

ASKEP KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS (KENCING MANIS) CONTOH ASKEP Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit. Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis. Tipe Penyakit Diabetes Mellitus 1. Diabetes mellitus tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit. 2. Diabetes mellitus tipe 2 Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan. Kadar Gula Dalam Darah Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal. Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl. Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya. Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah. PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal Dengan Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba hangat. - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. - Sensorik dan motorik membaik Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). 2 Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria Hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka. 2. pus dan jaringan berkurang 3. Adanya jaringan granulasi. 4. Bau busuk luka berkurang. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. 3 Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria Hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang . 2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri . 3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ). Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Ciptakan lingkungan yang tenang. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
ASKEP KLIEN DENGAN TUBERKULOSIS ( TBC ) CONTOH ASKEP TEORI Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 ? 1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk. Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR). Definisi : Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis : Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Cara Penularan : Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Resiko Penularan : Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. Riwayat terjadinya Tuberkulosis Infeksi Primer : Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) : Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis : Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati : Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai ?kasus Kronik? yang tetap menular (WHO 1996). Pengaruh Infeksi HIV : Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Gejala - gejala Tuberkulosis Gejala Umum : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala Lain Yang Sering Dijumpai : Dahak bercampur darah. Batuk darah. Sesak napas dan rasa nyeri dada. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Penemuan pederita Tuberkulosis (TB) Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Penemuan penderita TB dilakukan secara Pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive Promotive Case Finding Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian.Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu ? pagi ? sewaktu (SPS). Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin. Diagnosis Tuberkulosis (TB) Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 ? 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. - Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. - Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB. UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada. ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis Karena tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis . Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis. Misalnya pada penderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili. Refleksi Hari TBC Sedunia Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis (TBC) sedunia. Tahun ini peringatan hari TBC sedunia bertemakan "Every Breath Counts, Stop TB Now!". Tema ini menekankan pada kata "breath" yang tidak hanya berarti pernapasan, tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas manusia. Sehingga, rusaknya "breath" karena TBC akan mengakibatkan rusaknya segala aktivitas manusia. Tema ini sekali lagi mengingatkan kita akan bahaya TBC dan urgensi pemberantasannya. Dalam rangka memperingati hari TBC ini juga dilakukan "2nd Stop TBC Partners", forum dan kampanye Stop TBC untuk 2004-2005 yang diselenggarakan di New Delhi. Pembunuh massal Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian. Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC. Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini. Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat. Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC. Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC. Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi TBC. Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua. Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh nomor satu di kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat kedua. Sementara itu, penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini. Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun. Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso" (http:www.infeksi.com), di Indonesia tiap tahun terdapat 583 ribu kasus dan 140 ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan ke 10 orang, pada tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu, jelaslah bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus diberantas. Terapi TBC Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan. Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini. Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan. DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi. Imunisasi Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan. Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS. Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan. Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia. : Andi Utama (Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI dan Pemerhati Masalah Kesehatan) PERANGI TBC : 10 HAL TENTANG TBC DAN PENANGGULANGANNYA. 10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Indonesia merupakan ?penyumbang? kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India. Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 % ( menurut data 1972-1987 ). Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif. Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC. Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak. Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia, karena dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut nyata kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di Indoensia. Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan dapat diterapkan secara dini, setiap US$­­ 1 yang untuk program penanggulangan TBC, maka akan dapat menghemat US$­­ 55 dalam waktu 20 tahun. 10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular lainnya. Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari. Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC. Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC. Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC. Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya. Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ? 15 orang dalam jangka waktu 1 tahun. Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara. Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru. 10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular TBC, Setiap tahunnya, lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat TBC. Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah pengungsi dan pelarian di seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun terakhir. Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat, terutama di lingkungan penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit memberikan perawatan TBC bagi penduduk yang berpindah-pindah. WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera mungkin setelah fase darurat bagi para pengungsi itu berlalu. Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran kuman TBC. Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang-orang yang lahir di negara lain. Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang tempat kelahirannya bukan di AS Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS, senantiasa meningkat setiap tahun. Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular TBC-nya semakin meningkat. Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di San Francisco (AS) dan sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London (Inggris) telah tertular oleh kuman TBC ? jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional di kedua negara tersebut. 10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum perempuan. Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun. TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia. TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ). Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama. Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV. Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan jumlah penderita pria. TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat melahirkan. Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita. Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC. APAKAH DOTS ITU ? DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu : o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC. o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat). o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten. o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar. PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. Kebersihan jalan napas efektif. Dengan Kriteria Hasil : ? Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara. ? Mendemontrasikan batuk efektif. ? Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. Lakukan pernapasan diafragma. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. 2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. Pertukaran gas efektif. Kriteria Hasil : ? Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif. ? Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. ? Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. 3 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia Kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria Hasil : ? Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori ? Menu makanan yang disajikan habis ? Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan). Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
ASKEP KLIEN DENGAN KANKER PAYUDARA TEORI Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Penyebab Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seorang wanita menjadi lebih mungkin menderita kanker payudara. Faktor Risiko Beberapa faktor risiko yang berpengaruh adalah : 1. Usia. Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun. 2. Pernah menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun. 3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara. Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. 4. Faktor genetik dan hormonal. 5. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker. 6. Menarke (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun, menopause setelah usia 55 tahun, kehamilan pertama setelah usia 30 tahun atau belum pernah hamil. 7. Pemakaian pil kb atau terapi sulih estrogen. 8. Obesitas pasca menopause. 9. Pemakaian alkohol. 10 Pemakaian alkohol lebih dari 1-2 gelas/hari bisa meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. 11. Bahan kimia. Beberapa penelitian telah menyebutkan pemaparan bahan kimia yang menyerupai estrogen (yang terdapat di dalam pestisida dan produk industri lainnya) mungkin meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. 12. DES (dietilstilbestrol). Wanita yang mengkonsumsi DES untuk mencegah keguguran memiliki risiko tinggi menderita kanker payudara. 13 Penyinaran. Gejala dan Tanda Gejala awal berupa sebuah benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri dan biasanya memiliki pinggiran yang tidak teratur. Pada stadium awal, jika didorong oleh jari tangan, benjolan bisa digerakkan dengan mudah di bawah kulit. Pada stadium lanjut, benjolan biasanya melekat pada dinding dada atau kulit di sekitarnya. Pada kanker stadium lanjut, bisa terbentuk benjolan yang membengkak atau borok di kulit payudara. Kadang kulit diatas benjolan mengkerut dan tampak seperti kulit jeruk. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah benjolan atau massa di ketiak, perubahan ukuran atau bentuk payudara, keluar cairan yang abnormal dari puting susu (biasanya berdarah atau berwarna kuning sampai hijau, mungkin juga bernanah), perubahan pada warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun areola (daerah berwana coklat tua di sekeliling puting susu), payudara tampak kemerahan, kulit di sekitar puting susu bersisik, puting susu tertarik ke dalam atau terasa gatal, nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara. Pada stadium lanjut bisa timbul nyeri tulang, penurunan berat badan, pembengkakan lengan atau ulserasi kulit. Pencegahan Banyak faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan. Beberapa ahli diet dan ahli kanker percaya bahwa perubahan diet dan gaya hidup secara umum bisa mengurangi angka kejadian kanker. Diusahakan untuk melakukan diagnosis dini karena kanker payudara lebih mudah diobati dan bisa disembuhan jika masih pada stadium dini. Sadari, pemeriksan payudara secara klinis dan mammografi sebagai prosedur penyaringan merupakan 3 alat untuk mendeteksi kanker secara dini. Penatalaksanaan Biasanya pengobatan dimulai setelah dilakukan penilaian secara menyeluruh terhadap kondisi penderita, yaitu sekitar 1 minggu atau lebih setelah biopsi. Pengobatannya terdiri dari pembedahan, terapi penyinaran, kemoterapi dan obat penghambat hormon. Terapi penyinaran digunakan untuk membunuh sel-sel kanker di tempat pengangkatan tumor dan daerah sekitarnya, termasuk kelenjar getah bening. Kemoterapi (kombinasi obat-obatan untuk membunuh sel-sel yang berkembangbiak dengan cepat atau menekan perkembangbiakannya) dan obat-obat penghambat hormon (obat yang mempengaruhi kerja hormon yang menyokong pertumbuhan sel kanker) digunakan untuk menekan pertumbuhan sel kanker di seluruh tubuh. PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya Dengan Kriteria Hasil : Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar. 2 Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), Klien mampu mengontrol rasa nyeri Kriteria Hasil : 1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas 2. Melaporkan nyeri yang dialaminya 3. Mengikuti program pengobatan 4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu. 3 Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), Klien menunjukkan berat badan yang stabil Kriteria Hasil : 1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi 2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat 3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien. 4 Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi. Klien dapat mengerti kondisi penyakit yang dialaminya Kriteria hasil : 1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap. 2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut. 3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan. 4. Bekerjasama dengan pemberi informasi. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. 5 Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan Kriteria hasil : 1. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi 2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal. 3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. Kolaboratif Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation. 6 Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake Klien menunjukkan keseimbangan cairan Kriteria hasil : tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry refill normal, urine output normal. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam. Timbang berat badan jika diperlukan. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah. Kolaboratif Berikan cairan IV bila diperlukan. Berikan therapy antiemetik. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin 7 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi Kriteria hasil : 1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi 2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama. Jaga personal hygine klien dengan baik. Monitor temperatur. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur. Kolaboratif Berikan antibiotik bila diindikasikan. 8 Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan Klien dapat memahami kondisinya Kriteria Hasil 1. Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas 2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk 9 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. 1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik 2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. Ubah posisi klien secara teratur. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
ASKEP BATU SALURAN KEMIH (UROLITHIASIS) CONTOH ASKEP TEORI adalah batu di traktur urinarius mencakup ginjal, ureter , vesika urinaria PATOGENESIS DAN KLASIFIKASI Pembentukan batu saluran batu kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam pembentukan batu. Inhibor pembentukan batu dijumpai dalam air kemih normal. Batu kalsium oksalat dengan inhibor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (rekatan) dapat memacu pembentukan batu sepeti asam urat, memacu batu kalsium oksalat. therapi " non farmakologis 1. Batu kalsium : kurangi asupan garam dan protein hewani 2. Batu urat diet rendah asam urat 3. Minum yang banyak (2,5 lt perhari) bila fungsi ginjal baik farmakologis 1. Anti spasmodik bila ada kolik 2. ANti mikroba bila ada infeksi 3. Batu kalsium - kalium sitrat 4. Batu asam urat dengan alopurinol PENYEBAB PEMBENTUKAN BATU SALURAN KEMIH Batu kalsium (kalsium oksalat dan /atau kalsium fosfat) • Hiperkalisiuria hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein) Hiperparatiroidisme primer Sarkodosis Kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium Asidosis tubulus ginjal tipe I • Hiperoksaluria Hiperoksaluria enterik Hiperoksida idiomatik (hiperoksaluria dengan masukan tinggi oksalat, protein. Hiperoksaluria herediter (tipe I & II) • Hiperurikosuria Akibat masukan diet purin berlebih • Hipositraturia Idopatik Asidosis Tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap) Minum asetazolamid Diare, latihan jasmani dan masukan protein tinggi •Ginjal spongiosa medular Volume air kemih sedikit Batu kalsium idiomatik (tidak dijumpai pedisposisi metabolik) • Batu asam urat PH air kemih rendah Hiperurikosuria (primer dan sekunder) • Batu struvit Infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease • Batu sistin Sistinuriah herediter Batu lain seperti matriks, xantin 2.8 dihidroksadenin, amonium urat, triamteren, silikat FAKTOR RISIKO PENYEBAB BATU 1. Hiperkalsiuria kelainan ini dapat menyebabkan hematuria tanpa ditemukan pembentukan batu. kejadian hematuria diduga disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi oleh ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa faktor risiko lainnya, ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik. 2. Hiposituria suatu penurunan ekskresi inhibitor perbentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal. 3. Hiperurikosuria Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium. 4. penurunan jumlah air kemih keadaan ini biasanya disebabkan masukkan cairan sedikit. selanjutnya dapat menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan penguranganaliran air kemih. 5. jenis cairan yang diminum minuman soft drink lebih dari 1 liter per minggu menyebabkan pengasaman dengan asam fosfor dapat meningkatkan risiko penyakit batu. kejadian ini tidak jelas, tetapi sedikit beban asam dapat meningkatkan ekskresi kalsium dan ekskresi asam urat dalam air kemih serta mengurangi kadar sitrat air kemih. jus apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan peningkatan risiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, bir, dan anggur diduga dapat mengurangi risiko kejadian batu ginjal. 6. hiperoksaluria merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. ekskresi oksalat air kemih normal di bawah 45 mg/hari (0,5 mmol/hari) 7. Ginjal spongiosa medula pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal spongiosa medula, terutama 8. batu kalsium fosfat dan tubulus ginjal tipe 1. faktor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan faktor risiko yang sama seperti batu kalsium oksalat. keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai normal. 9. faktor diet. pengobatan ditujukan : 1. mengatasi simtom. Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolik ginjal atau infeksi di dalam sumbatan saluran kemih. nyeri akibat batu saluran kemih dapat dijelaskan lewat dua mekanisme; (1) dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan (2) iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal disertai edema dan penglepasan mediator sakit. 2. Pengambilan batu - gelombang kejutan litotripsi ekstra korporeal - perkutaneus nefrolitomi/cara lain - pembedahan PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal dan spasme otot polos (Engram, 1998). Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik, inflamasi (Doenges, 1999) Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan (Engram, 1998). Ansietas sehubungan dengan tindakan pembedahan, kehilangan kontrol, hasil yang tidak dapat diperkirakan dan ketidakcukupan pengetahuan tentang rutinitas pra operasi, latihan dan aktifitas pasca operasi (Carpenito, 1999). Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan sehubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral) (Doenges, 1999). Resiko tinggi terhadap cedera sehubungan dengan adanya batu pada saluran ginjal (Engram, 1998). Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi sehubungan dengan prosedur/tindakan operasi (Ignatavius, 1995) RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal dan spasme otot polos mendemonstrasikan rasa nyeri hilang Dengan Kriteria Hasil : tak ada nyeri, ekspresi wajah rileks, tak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri, frekwensi nadi 60-100 kali/menit, frekwensi nafas 12-24 kali/menit Kaji dan catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan penyebarannya. Perhatikan tanda-tanda verbal : tekanan darah, nadi, gelisah, merintih Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan punggung, lingkungan nyaman, istirahat Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi dan aktifitas terapeutik Dorong/bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 l/hari dalam toleransi jantung Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi : Berikan kompres hangat pada punggung Pertahankan patensi kateter bila digunakan 2 Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik, inflamasi klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa atau tidak ada gangguan Kriteria Hasil : jumlah urine 1500 ml/24 jam dan pola biasa, tidak ada distensi kandung kemih dan oedema Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa Selidiki keluhan kandung kemih penuh : palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN kreatinin Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas Berikan obat sesuai indikasi, contoh : Perhatikan patensi kateter tak menetap, bila menggunakan Irigasi dengan asam atau larutan alkali sesuai indikasi
HEMORRHOIDS CONTOH ASKEP Pengertian : Terjadi pelebaran ( dilatasi ) vena pada anus maupun rectal ( fleksus haemorrhoidalis superior dan media : haemorrhoid interna dan fleksus haemorrhoidalis inferior : haemorrhoid eksterna ). Insiden terjadi pada usia 20 - 50 tahun. Faktor resiko tinggi adalah : 1. Kehamilan. 2. Konstipasi yang lama. 3. Hipertensi portal. Patofisiologi Dilatasi vena anorectal dan mengembang akibat peningkatan tekanan intra abdominal dan terbendungnya aliran darah vena daerah anorectal. Ketegangan vena yang terjadi pada jaringan lunak akan menyebabkan prolaps, ini dapat menyebabkan thrombus atau peradangan, serta terjadi perdarahan. Manifestasi klinik : 1. Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum. 2. Nyeri. 3. Gatal daerah rectum. 4. Gangguan mukosa rectum. 5. Perdarahan pada saat b.a.b. Diagnostik Riwayat • Mengkaji nyeri, gatal, atau kemungkinan perdarahan. • Pertanyaan kebiasaan buang air besar ; konstipasi, mengejan saat defekasi. Pemeriksaan fisik • Inspeksi untuk haemorrhoid eksternal ada prolaps atau internal haemorrhoid. • Pemeriksaan rectal toucer ( colok dubur ) Proctosigmoidoscopy, untuk menentukan lokasi dan keadaan dari haemorrhoid. Penatalaksanaan klinis a) Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala. b) Intervensi non pharmakologis 1) Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan, edema dan prolaps. 2) Memberikan makanan yang mengandung serat untuk memudahkan b.a.b tidak mengedan. 3) Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak. 4) Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus, dan lakukan rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu untuk memberi rasa nyaman. c) Intervensi pharmakologis 1) Menggunakan obat pelembut tinja untuk memudahkan b.a.b. 2) Laksative bila terjadi konstipasi 3) Gunakan obat luar (oles), cream dan suppositoria untuk mengurangi nyeri sedang maupun berat atau gatal. d) Prosedur khusus medikal-surgikal. 1) Hemorrhoidectomy : pembedahan pada hemorrhoids. 2) Sclerosing pada hemorrhoid : injeksi pada jaringan sub mukosa. KOMPILKASI 1) Perdarahan yang menyebabkan anemia. 2) Strangulasi (perlengketan). 3) Trombosis pada hemorrhoid. Prognosis : berulang kembali 50 % setelah pengobatan sclerosing. Yang lebih baik adalah dilakukan ligasi dan hemorroidectomy.
CONTOH ASKEP No comments DEFINISI : Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur. Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang. SEBAB : Trauma : • Langsung (kecelakaan lalulintas) • Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang ) Patologis : Metastase dari tulang Degenerasi Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat. JENIS FRAKTUR Menurut jumlah garis fraktur : • Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) • Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) • Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) Menurut luas garis fraktur : • Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) • Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) • Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) Menurut bentuk fragmen : • Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) • Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) • Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : • Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. • Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar) TANDA KLASIK FRAKTUR 1. Nyeri 2. Deformitas 3. Krepitasi 4. Bengkak 5. Peningkatan temperatur lokal 6. Pergerakan abnormal 7. Ecchymosis 8. Kehilangan fungsi 9. Kemungkinan lain. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG Haematom : ? Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom ? Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat ? Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi. Proliferasi sel : ? Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur ? Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. ? Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur. Pembentukan callus : ? Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. ? Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. ? Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. ? Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur. Ossification ? Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. ? Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah ? Proses ini terjadi selama 3-10 minggu. Consolidasi dan Remodelling ? Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast. KOMPLIKASI Umum : ? Shock ? Kerusakan organ ? Kerusakan saraf ? Emboli lemak D i n i : ? Cedera arteri ? Cedera kulit dan jaringan ? Cedera partement syndrom. Lanjut : ? Stffnes (kaku sendi) ? Degenerasi sendi ? Penyembuhan tulang terganggu : o Mal union o Non union o Delayed union o Cross union TATA LAKSANA Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik). Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union : ? Eksternal ? gips, traksi ? Internal ? nail dan plate Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula. ASUHAN KEPERAWATAN Riwayat perjalanan penyakit. Riwayat pengobatan sebelumnya. Pertolongan pertama yang dilakukan Pemeriksaan fisik : ? Identifikasi fraktur ? Inspeksi ? Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin) ? Observasi spasme otot. Pemeriksaan diagnostik : ? Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED) ? RÖ ? CT-Scan Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-) Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur a. Osteomyelitis acut b. Osteomyelitis kronik c. Osteomalacia d. Osteoporosis e. Gout f. Rhematoid arthritis
ASKEP KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL AKUT CONTOH ASKEP TEORI Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 ) KLASIFIKASI : 1. Gagal Ginjal Akut Prerenal 2. Gagal Ginjal Akut Post Renal 3. Gagal Ginjal Akut Renal Gagal Ginjal Akut Prerenal; Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA). Etiologi Penurunan Volume vaskular ; a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar. b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare. Kenaikan kapasitas vaskular a. sepsis b. Blokade ganglion c. Reaksi anafilaksis. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung a. renjatan kardiogenik b. Payah jantung kongesti c. Tamponade jantung d. Distritmia e. Emboli paru f. Infark jantung. Gagal Ginjal Akut Posrenal GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi Etiologi 1. Obstruksi a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll. b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma). 2. Ektravasasi. Gagal Ginjal Akut Renal 1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti : a. Glomerulonefritis b. Nefrosklerosis c. Penyakit kolagen d. Angitis hipersensitif e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman. 2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA ) Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel. Pemeriksaan Laboratorium : Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular. Darah : Hb. : menurun pada adanya anemia. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1 Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi Ph; kalium, dan bikarbonat menurun. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial CT.Scan MRI EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa. PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air Volume cairan tubuh normal Kriteria hasil : Tidak terjadi oedem, tidak ada keluhan pada tubuh Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat. Monitor ECG Berikan cairan sesuai indikasi Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya. 2 Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme Metabolisme kembali normal Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin. Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic. Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan. 3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein Nutrisi seimbang Kriteria Hasil : BB stabil, porsi makan habis Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien. Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan. Berikan antiemetik dan monitor responya. Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien. 4 Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia. Tidak terjadi Kerusakan integritas kulit Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi. Kaji terhadap adanya petechie dan purpura. Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema Lakukan perawat kulit secara benar. Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih. 5 Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi. Tidak terjadi infeksi Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi. Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium. Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup. Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi. 6 Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan dengan uremia Proses pikir normal Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang) Kaji tipe kepribadian Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya. Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini. Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien. Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan kalimat terbuka. Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat. 7 Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik. Personal hygiene terpenuhi Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan diri. Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan melibatkan kelurag. Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur
ASKEP IBU DENGAN ABORTUS CONTOH ASKEP TEORI Pengertian Adalah abortus yang ditandai dengan adanya pembukaan cerviks, keluarnya jaringan sebagian dan sebagian masih tertinggal di dalam kandungan serta perdarahan pervaginam dalam jumlah yang banyak (Sarwono Prawirorahardjo, 1999) Adalah sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan. yang tertinggal adalah desidua.plasenta (Sinopsis, Obsetri, Fisiologi, Pathologi : 1998) Patofisiologi Perubafian patofisiologi dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”. Gejala-gejala Yang terpenting adalah : 1) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, pendarahan berlangsung terus menerus, 2) Serviks tetap terbuka karena masih ada benda asing didalam rahim, maka uterus &an berusaha mengelwkannya dengan mengadakan kontraksi. 3) Amenorhoe 4) Sakit perut 5) Biasanya berupa stolsel (darah beku) 6) Sering terjadi infeksi 7) Kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan Penyebab Pada hamil muda abortus selaiu didahului oleh kematian janin. Kematian janin disebabkan oleh : 1) Kelainan telur (kelainan kromosom : trisomi, poliploid) kelainan telur menye babkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa shingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen seperti kelainan pertumbuhan selain oleh kelainan benih dapat juga disebabkan oieh kelainan lingkungan atau faktor ekstrogen virus, radiasi, zat kimia) 2) Penyakit ibu Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya : a. Infeksi akut yang berat pneumonia, typaus dan lain-lain, dapat menyebabkan abortus prematum : janin dapat meninggal oleh toxin-toxidkarena penyehuan yang toxis dapat menyebabkan abortus wdaupun janin hidup. b, Kelainan endoktri, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenja.r gondok. c. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus d. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan abortus. Komplikasi 1) Perdarahan (haemorrogrie) 2) Perforasi 3) Infeksi dan tetanus 4) Payah ginjal akut 5) Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis) Tindakan Operatif Penanganan Abortus 1. PengeIuaran Secara digital Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran yang sedang berlangsung dan keguguran yang kadang-kadang berlangsung dan keguguran bersisa. Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan wrviks uteri yang dapat dilalui oleh satu janin longgar dan dm k a m uteri cukup luas, karena manipulasi ini akan menimbul kan rasa nyeri. 2. Kuretose (kerokan) Adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. 3 Vacum kuretase Adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Devisit Volume Cairan s.d perdarahan Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab Cemas s.d kurang pengetahuan RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas. Kaji kondisi status hemodinamika Ukur pengeluaran harian Berikan sejumlah cairan pengganti harian Evaluasi status hemodinamika 2 Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas 3 Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya Kolaborasi pemberian analgetika 4 Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart Lakukan perawatan vulva Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan 5 Cemas s.d kurang pengetahuan Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit Kaji derajat kecemasan yang dialami klien Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
ASKEP IBU DENGAN MYOMA UTERI CONTOH ASKEP TEORI Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid. Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus uteri (97%), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche. Etiologi Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen. Lokalisasi Mioma Uteri 1. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus. 2. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu. 3. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada permukaan uterus. Komplikasi Pertumbuhan leimiosarkoma. Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause Torsi (putaran tangkai) Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut. Nekrosis dan Infeksi Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat, Eritrosit : turun 2. USG : terlihat massa pada daerah uterus. 3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya. 4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut., 5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi. 6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi. Cara Penanganan Mioma Uteri Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998). PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik. klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa atau tidak ada gangguan Kriteria Hasil : jumlah urine 1500 ml/24 jam dan pola biasa, tidak ada distensi kandung kemih dan oedema Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa Selidiki keluhan kandung kemih penuh : palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN kreatinin Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas Berikan obat sesuai indikasi, contoh : Perhatikan patensi kateter tak menetap, bila menggunakan Irigasi dengan asam atau larutan alkali sesuai indikasi 2 Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot Nyeri berkurang Kriteria hasil : Skala 1-2 Expresi wajah tenang Nadi 60-100 x/mnt Klien tidak gelisah Kaji rasa nyeri Atur posisi tidur senyaman mungkin Anjurkan klien untuk teknik rileksasi Lakukan prosedur pencucian luka dengan hati-hati Anjurkan klien untuk mengekspresikan rasa nyeri yang dirasakan Beri tahu klien tentang penyebab rasa sakit pada luka bakar Kolaborasi dengan tinm medis untuik pemberian analgetik 3 Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual. Gangguan body image Kriteria hasil : OS dapat menerima kondisinya OS tenang Kaji sejauh mana ras khawatir klien Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya Lakukan prosedur perawatan yang tepat sehingga tidak terjadi komlikasi berupa cacat fisik Beri support mental dan ajak keluarga dalam memberikan support 4 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat Kriteria hasil : Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien Kaji pengetahuan keluarga Kaji latar belakang keluarga Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
ASKEP ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI CONTOH ASKEP No comments TEORI Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, ). Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare). Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson,). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. Etiologi Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna. Patofisiologi Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses. Manifestasi klinis Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring. Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan. Pemeriksaan penunjang Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Penatalaksanaan Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti : Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. Simptomatik terhadap batuk. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit. Komplikasi Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. Infeksi sitemik Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. Motorik kasar Loncat tali Badminton Memukul Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan. Motorik halus Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. Kognitif Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang Bahasa Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan Dampak hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri Selalu ingin tahu alasan tindakan Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit PATHWAYS Pathways dapat dilihat disini ANALISA DATA NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI 1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien DIAGNOSA KEPERAWATAN Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan. Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi. Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret. Bersihan jalan nafas kembali efektif. Dengan Kriteria Hasil : sekret dapat keluar. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal. Lakukan suction sesuai indikasi. Beri terapi oksigen setiap 6 jam Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang Beri posisi yang nyaman bagi pasien Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan Lakukan perkusi dada Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas 2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli. pertujaran gas kembali normal. Kriteria Hasil : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler Beri oksigen sesuai program Monitor AGD Ciprtakan lingkungan yang nyaman Cegah terjadinya kelelahan 3 Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan. Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal Kriteria Hasil : Tanda dehidrasi tidak ada. Catat intake dan output cairan (balanc cairan) Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.. Pertahankan keakuratan tetesan infus Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi) 4 Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Kebuituhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi.. Kaji status nutrisi klien Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi) Timbang BB klien setiap hari. Kaji adanya mual dan muntah Berikan diet sedikit tapi sering Berikan makanan dalam keadaan hangat kolaborasi dengan tim gizi 5 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Kriteria hasil : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang Observasi tanda-tanda vital Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak Libatkan keluarga dalam setiap tindakan Berikan minum per oral Ganti pakaian yang basah oleh keringat Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas. 6 Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi. Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya Kaji tingkat pendidikan orang tua klien Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai Tekankan perlunya melindungi anak. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya 7 Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi Cemas anak hilang Kriteria hasil : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan Kaji tingkat kecemasan klien Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya Lakukan kunjungan, kontak dengan klien Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah